Laman


Other Posts >>

Selasa, 22 November 2011

Trilogi Wulung Sengoro 1

Baya sira arsa mardi kamardikan Hayuwa samar sumingkiring dur kamurkan

Bumi pardikan Ki wulung sengoro
Terjajar gundukan gundukan batu di selimuti semak belukar
Tertata rapi sungai sebagai jalan air di sela gunung
Di bawah batu gunung mengalir sungai tersembunyi
Intulah Negara Kerta Wuyung

Negra gemah ripah loh jinawi
Ning Ra pernah toto tentrem kerto raharjo

Merdeka dengan darah, duka nestapa
Nggendol sengsara tiada batas
Penghianatan demi penghiantan telah terlampaoi
Dari teman, saudara, atao panembahan
Peperangan terus menjalar
Hingga harta rampasan tercerai berai
Peninggalan Kakek pramesti di kerta wuyung teleah terampas
Di kejauhan hingga menjadi barang rebutan

Seorang pertapa telah tersingkir dari Negara kerta Wuyung
Tinggal di negara bependuduk rambut emas
Menemui kakang bedowarno
Kakang yang telah juga  beda bahasa
Kakang yang telah begitu kuatnya memegang  kunci  warisan leluhur
Kakang Yang telah menguasai sebagian peniggalan kakek di pramesti

Sang pertapa tetap bersila di tepian sungai suyin
Menyusun kekuatan batiniah terlindungi kakang bedo warno
Duduk menunggu perintah raja Nusawuyung
Keturunan raja Matahari dan Nyamplungcengkir
Adalah keturunan Ki wulung Sengoro
Sebelum runtuh dan menjadi Kerta Wuyung

Di tengah buih angin perputaran malam yang berbeda
Sang pertap mendapat pertanda
Di iringi cahaya menyilaokan tejatuh di utara
Kedatngan Paduka raja segera tiba

Muda Sura Negara dan Muda Sura Gento
Menghadap sang pertapa di iringi kakang bedo warno
Padupan di nyalakan wewangian meniuapkan hawa mistis
Suara alam bergetar
Menyuarakan keadilan,kesjajaran,dan budi pakerti
Baya sira arsa mardi kamardikan 
Hayuwa samar sumingkiring dur kamurkan

Jumat  Legi Tahun alif
Telah menjadi kesepakatan
Sang pertapa mengahiri samadi
Menjadi saksi menghayu hayuning bawono
Muda Sura Negara dan Muda Sura Gento
Juga telah mempersiapkan diri sebagai benteng dan komando
Di balik semua itu kakang bedo warno telah mempersiapkan
Saudara sepupu yang telah menjadi raja di negeri Gajah Gobang
Negeri para raksasa yang digdaya
Sebagai wakil negara yang telah memenagi perebutan

Terlibat sebuah perdebatan
Yang ahirnya di menangi Suro Negoro
Emas pardikan telah di akuinya
Sebagai rampasan milik negara Kerta Wuyung
Tetes darah janji telah di teteskan
Dari setiap jari para raja ayng terwakili
Di mangkok giok pertanda persetujuan
Pengakuan yang hanyalah kosong
Karena tetap tidak bisa di kembalikan
Negara raksasa Maniak perang
Sehingga negara merlimpah hutang
Emas pardikan sebagai jaminannya
Maka tunduklah ia di depan kakang bedo warno
Banyaknya kewajiban yang tak bisa ia penuhi

Malam itu kakang bedo warno mengadakan pesta
Pesta guna menyambut Paugering samadyo
Liukan penari dan minuman surga di turunkan
Semua telah tersirep oleh rasa yang sama
Karena tak ada yang menang karena mengalahkan

Di pojok ruangan sang pendeta menyendiri
Menikmati hidangan yang puluhan tahun tak menyentuh
Di hatinya terdapat kegalaoan mendalam
Diamnya adalah wisnu yang bersemayam
Sehingga kejauhan netra telha melihat

Muda gento mendekati
Berucap lirih tanda penghormatan
Bagi seorang pertapa yang teramat jauh dari pribadinya
Pribadi Muda Gento yang Manggento
Sudilah Muda meminta petunjuk
Apa gerangan yang telah terlihat di ufuk jauh?
Sang pertapa terperangah
Tak bisa membayangkan seorang muda yang gento
Hidup Bagai Buto bisa melihat kedalaman hatinya
Terbukalah hatinya kini
Di atas langit ada langit
Walo puluhan tahun mengasah kolbu
Tetapi tetap masih ada manungsa yang bisa membacanya
Dengan lirih ia menjawab
Berhati hatilah Nak
Karena cahaya langit telah muncul kembali
Menandakan ini bukan ahir dari sebuah perjuangan
Negara Gajah Gobang akan terjadi perbutan
Dan di negara kita terkena imbasnya



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar